TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

08 Desember 2011

MEMAHAMI HAKEKAT PESERTA DIDIK MEMBANGUN PENGETAHUANNYA SENDIRI DALAM KONTEKS KELAS BERTARAF INTERNASIONAL





A. Pendahuluan
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan yang dimaksud peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pedidikan adalah sebuah usaha sadar yang bertujuan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran.



Untuk mencapai tujuan tersebut, proses pembelajaran di kelas harus dirancang sedemikian hingga peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri melalui bimbingan guru. Di dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa proses pem¬belajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan hal ini maka haruslah guru mengubah paradigma dari guru ”mengajar” menjadi peserta didik ”belajar”. Hal ini menuntut adanya perubahan paradigma yang lain yaitu dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (students centered).

Lebih lanjut disebutkan dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 bahwa kegiatan inti dalam proses pembelajaran harus mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk mengeksplore kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuannya melalui kegiatan yang aktif dan interaktif. Sedangkan kegiatan elaborasi dimaksudkan untuk memfasilitasi peserta didik menyampaikan hasil eksplorasi kemampuannya membangun pengetahuan barunya. Sedangkan kegiatan konfirmasi dilakukan dengan maksud sebagai media refleksi dan pemerolehan umpan balik serta membangun motivasi dalam membangun pengetahuannya.

Sejak tahun 2007 pemerintah mulai meralisasikan pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Hal ini merupakan realisasi amanat yang tertuang pada BAB XIV pasal 50 ayat 3 UU nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan / atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurang-nya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009 pemerintah juga menetapkan beberapa sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia di tetapkan sebagai RSBI angkatan 2 dan 3. Kebijakan ini diikuti dengan penetapan permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa sekolah bertaraf internasional yang selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Tujuan penyelenggaraan SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keampuan: 1) menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional; 2) bersaing dalam berbagai lomba internasional; 3) bersaing kerja di luar negeri; 4) berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya; 5) berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; dan 6) menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.

Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa yang RSBI/SBI = SNP + X dengan SNP adalah standar nasional pendidikan yang memuat indikator kinerja kunci minimal (IKKM) dan X adalah variabel yang mencakup indikator kinerja kunci tambahan (IKKT). Dengan demikian sebuah RSBI/SBI harus menambahkan variabel X pada 8 standar nasional pendidikan yang meliputi standar kopetensi lulusan (SKL), isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan serta standar penilaian.

Untuk bisa menjadi SBI, adalah hal yang mutlak untuk melaksanakan sistem yang memenuhi kriteria tersebut. Selanjutnya dalam tulisan ini hanya akan dibahas variabel X yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang difokuskan pada peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran.

B. Belajar dan Pembelajaran
Manusia belajar sejak dilahirkan (bahkan sejak masih dalam kandungan ibunya). Belajar merupakan kegiatan bagi seseorang dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Arlina Gunarya (2009: 2) mengatakan bahwa belajar adalah panggilan hidup. Sugihartono, dkk. dalam Hamdan Nugroho (2009) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dann (2003: 9) mengatakan bahwa “learning is a covert, intellectual activity which proceeds in the socially complex, potentially rich environment”. Menurut Dann, belajar adalah kegiatan/aktifitas intelektual yang berlangsung secara sosial dalam arti luas dengan melibatkan potensi lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya belajar adalah sebuah aktifitas dalam kehidupan seseorang dalam usaha mengenali dan mencari tahu tentang sesuatu. Belajar merupakan sebuah interaksi sosial yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah menjadi bentukan guru, melainkan kegiatan aktif peserta didik untuk membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain.

Pembelajaran yaitu proses fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman, 2001:9).
Pembelajaran merupakan sebuah proses pendidikan yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Pembelajaran di sekolah merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (message) yaitu materi dari sumber (resource) kepada penerima (receiver) melalui saluran atau media (channel) tertentu. Proses komunikasi yang baik dalam pembelajaran, apabila peserta didik mampu membangun pengetahuannya sendiri. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. McDonald dalam Omar Hamalik (2001: 124) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah: tujuan pembelajaran, motivasi, guru, materi pembelajaran, metode yang digunakan, media, evaluasi, dan situasi lingkungan.

C. Proses Pembelajaran di RSBI/SBI
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seperti tertuang di dalam permendiknas nomor 78 tahun 2009 diselenggrakan setelah memenuhi 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI dilaksanakan berdasarkan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Disamping itu, proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan kontekstual.

Proses pembelajaran harus aktif, artinya menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang sedang membangun pengetahuan. Tiga pernyataan Konfusius, yaitu “yang saya dengar, saya lupa, “yang saya lihat, saya ingat” dan “yang saya kerjakan, saya pahami” mencerminkan perlunya cara belajar yang aktif. Pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah saja (peserta didik mendengarkan) akan mudah dilupakan. Sebaliknya, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukannya maka pengetahuan baru yang diperoleh akan lebih dipahami. Proses pembelajaran yang aktif tidak terpusat pada guru melainkan pada peserta didik. Guru bukanlah satu-satunya sumber utama dalam proses pembelajaran. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran yang aktif tidak secara searah (dari guru ke peserta didik), melainkan harus multi arah. Guru harus berperan sebagai fasilitator yang memberikan kesempatan luas kepada peserta didiknya untuk membangun pengetahuannya melalui interaksi multi arah dalam proses pembelajaran.

Disamping aktif, proses pembelajaran juga harus kreatif, baik guru maupun peserta didik. Guru harus kreatif dalam menggunakan berbagai strategi, metode, pendekatan, dan model dalam proses pembelajarannya. Demikian juga peserta didik, mereka harus difasilitasi dan dimotivasi agar kreatifitasya dalam rangka membangun pengetahuannya muncul sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui proses pembelajaran yang aktif dn kreatif diharapkan akan tercipta suasana yang lebih menyenangkan, sehingga proses pembelajaran dalam rangka membangun pengetahuan baru berlangsung lebih efektif.

Proses pembelajaran di kelas RSBI/SBI menurut permendiknas nomor 78 tahun 2009, disamping harus aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan juga dituntut menggunakan pendekatan yang kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan konsep pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata peserta didik. Prinsip yang melatar belakangi konsep pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah pernyataan bahwa “belajar akan lebih bermakna apabila peserta didik ‘mengalami’, bukan ‘mengetahui’ apa yang dipelajari”.

Pembelajaran dengan pendekatan CTL didasari oleh filosofi “konstruktivisme” hasil gagasan Jean Piaget (Swis), dan Lev Vygotsky (Rusia), yang memuat 5 (lima) unsur dasar, yaitu : 1) Activating knowledge (pengaktifan pengetahuan yang sudah ada); 2) Acquiring knowledge (pemerolehan pengetahuan baru); 3) Understanding knowledge (pemahaman pengetahuan); 4) Applying knowledge (mempraktekkan pengetahuan); dan 5) Reflecting knowledge (refleksi terhadap pengetahuan)

Kelima unsur dasar itulah yang menuntut pembelajaran di kelas RSBI/SBI untuk berpusat kepada peserta didik (students centered). Peserta didik diposisikan sebagai subjek yang harus membangun sendiri pengetahuannya melalui proses pembelajaran. Hal tersebut menuntut para guru RSBI/SBI untuk bisa mengubah paradigma “guru akting di depan kelas, dan peserta didik menonton” menjadi “peserta didik belajar dan bekerja, sedang guru mengarahkan dan memfasilitasi”. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut adalah guru perlu menggunakan model pembelajaran yang variatif dalam proses pembelajarannya. Untuk itu, para guru RSBI/SBI harus selalu memperkaya pengetahuan dan meningkatkan ketrampilannya, terutama dalam metode dan strategi pembelajaran yang memfasiitasi peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses pembelajaran yang dirancangnya.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Arlina Gunarya (2009. Hakekat Belajar (modul). Panitia Tingkat Universitas-Pelatihan Basic Study Skill bagi Mahasiswa Angkatan 2009. Makasar.
  2. Dann, Ruth. 2003. Promoting Assessment As Learning - Improving the Learning Process. Taylor and Francis Group. London and New York.
  3. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dirjendikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Jakarta.
  4. Erman Suherman dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.UPI . Bandung
  5. Hamdan Nugroho (2009). Esai Revitalisasi Proses Pengkaderan Ipm Kota Yogyakarta Sebagai Pendidikan Awal Calon Kader. http://hamsmars.blogspot.com/2009_06_01_archive.html (Diakses tanggal 17 Maret 2011)
  6. Oemar Hamalik (2004). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.
  7. Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
  8. Permendiknas nomor 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
  9. Silbermann, Melvin L. 2006. Active Learning: 1001 Cara Belajar Siswa Aktif. Penerbit Nusamedia.Bandung.
  10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

28 Agustus 2011

PENDIDIKAN LALU LINTAS (PLL) DI SEKOLAH




Latar Belakang
Dari waktu ke waktu pertambahan jumlah kendaraan semakin meningkat seakan tak dapat dikendalikan. Fenomena ini berdampak semakin padatnya jalan (raya) dengan berbagai jenis kendaraan. Banyak jalan-jalan (raya) dibuat lebih lebar pun seakan tak pernah dapat mengatasi kepadatannya. Beberapa kecenderungan akibat meningkatnya jumlah kendaraan ini adalah: 1) terjadi kemacetan di mana-mana, 2) tumbuh kembangnya "budaya" pelanggaran, dan 3) meningkatnya kecelakaan lalu lintas.

Hal yang cukup memprihatikan kita semua adalah fakta bahwa sebagian besar korban kecelakaan lalu lintas adalah anak sekolah dan 95% penyebab terjadinya adalah faktor kesalahan manusia.

Berdasarkan hal tersebut, dipandang perlu mengajarkan kecakapan dalam hal keselamatan di jalan pada anak-anak (sekolah) sebagai bekal bagi mereka mengenai pengetahuan sikap, etika, dan perilaku berlalu lintas yang santun, aman, nyaman, tertib dan selamat, baik bagi dirinya maupun orang lain.

Pendidikan Lalu Lintas
Lalu Lintas dilihat dalam konteks pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkan kesadaran tertib lalu lintas, sehingga peserta didik  mampu mengendalikan atau mengurangi timbulnya kecelakaan lalu lintas. Jadi, pendidikan lalu lintas dapat diartikan melakukan serangkaian usaha secara terprogram dan tersistem  untuk melahirkan generasi yang memiliki etika dan budaya tertib berlalu lintas. Pendidikan Lalu Lintas menfokuskan pada penanaman pengetahuan tentang tata cara berlalu lintas (transfer of knowledge) dan menanamkan nilai-nilai  (tranform of values) etika dan budaya tertib berlalu lintas dan membangun perilaku pada generasi muda.
Pendidikan Lalu Lintas di sekolah memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
  1. Agar generasi muda secara sadar mampu mengimplementasikan sistem nilai yaitu etika dan budaya  berlalu lintas yang aman, santun, selamat, tertib dan lancar yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari;
  2. Mengubah  perilaku pemakai  jalan (road user behavior);
  3. Menurunkan pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas;
  4. Memberikan infolantas.
Implementasi Pendidikan Lalu Lintas di Sekolah
Pendidikan Lalu Lintas di Sekolah dapat dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Dalam kegiatan intrakurikuler, PLL dapat dilakukan melalui penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menyisipkan materi PLL, sedangkan dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui kegiatan PKS (Polisi Keamanan Sekolah), Polsana (Polisi Sahabat Anak), dan Traffic Police goes to Campus (Kampanye Keselamatan Lalin).

Dalam ruang lingkup model pengintegrasian ini berpijak pada pemahaman keselamatan lalulintas yang ditinjau dari dimensi politik, sosiologi, ekonomi dan hukum yang mencakup: penyusunan model integrasi PLL pada standar isi, penyusunan dan pengembangan integrasi PLL pada silabus, dan penyusunan serta pengembangan integrasi PLL pada RPP.

Agar pelaksanaan PLL di sekolah berjalan lancar dan dapat mencapai sasaran diperlukan keterlibatan semua komponen sekolah bekerja sama dengan pihak kepolisian terdekat. Kepala sekolah, dibantu guru-guru di sekolah menyusun Program Implementasi PLL di sekolah, membentuk Tim Pelaksana Kegiatan, bekerjasama dengan kepolisian setempat, melaksanakan program kegiatan, monitoring, dan melaksanakan evaluasi.

Wakil Kepala Sekolah sebagai pembantu Kepala Sekolah juga dituntut mendukung pelaksanaan kegiatan PLL di sekolah sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Waka bidang Kurikulum melalui penyusunan jadwal kegiatan, bidang Kesiswaan melalui penyusunan action plan, merancang kegiatan siswa, dan memantau kegiatan di sekolah, bidang Humas dapat menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian setempat, dan bidang Sarpras melalui pengadaan sarana prasarana yang berkaitan dengan PLL (rambu-rambu, zebra cross dll ). Yang terakhir, sebagai ujung tombak pelaksanaan PLL di sekolah adalah guru (PKn) melalui proses pembelajaran sesuai dengan silabus dan RPP yang sesuai. (dirangkum dari hasil Sosialisasi Kurikulum Pendidikan Lalu Lintas di POLRES Magelang)

23 Agustus 2011

STRATEGI MEMECAHKAN SOAL KOMPETISI MATEMATIKA

Oleh: Yuliyanto

Kompetisi Matematika merupakan kegiatan lomba sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengekspresikan potensinya dalam bidang Matematika. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan atmosfer kompetisi akademik yang positif antar sekolah dalam rangka memotivasi dan memberikan pelayanan bagi peserta didik yang berpotensi di bidang Matematika.

Dua jenis Kompetisi Matematikia yang selalu melibatkan ‘kita’ setiap tahun adalah OSN Matematika dan Kompetisi Matematika Pasiad (KMP). Olimpiade Matematika Nasional (OMN) sebagai bagian dari Olimpiade Sain Nasional (OSN) pertama kali diselenggarakan pada tahun 2002 di PPPG (sekarang PPPPTK) Matematika Yogyakarta yang hanya diikuti oleh peserta didik pada jenjang SMA. Pada tahun 2003 diselenggarakan di Balikpapan yang juga diikuti oleh peserta didik dari jenjang SD dan SMP.

Kompetisi Matematika Pasiad KMP) juga punya pamor yang tidak kalah dengan OSN Matematika. Secara umum dua jenis kompetisi tersebut mempunyai tujuan yang tidak jauh berbeda, yaitu “memberikan wahana bagi peserta didik untuk mengekspresikan potensinya dalam bidang Matematika”.

Materi soal-soal Kompetisi Matematika SMP/MTs, baik OSN maupun KMP didasarkan pada kurikulum SMP/MTs yang berlaku (termasuk di dalamnya materi pengayaan). Materi soal bersumber pada buku-buku pelajaran, buku-buku penunjang dan bahan lain yang relevan. Penekanan soal adalah pada aspek penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi dalam matematika.

Karakteristik soal adalah nonrutin dengan dasar teori yang diperlukan cukup dari teori yang diperoleh di SD dan SMP saja. Akan tetapi untuk bisa menjawab soal, peserta didik memerlukan kematangan matematika dengan taraf lanjut berupa wawasan, kecermatan, kejelian, kecerdikan, cara berpikir dan pengalaman dengan matematika. Ruang lingkup materi kompetisi bias digolongkan dalam 4 hal, yaitu: Bilangan, Aljabar, Geometri, dan Kombinatorik (untuk KMP biasanya ditambah Trigonometri).

Salah satu peranan kita dalam mempersiapkan peserta didik mengikuti kompetisi adalah “menanamkan sikap dan kebiasaan untuk berpikir kreatif, sistematis, terstruktur, logis, mengembangkan kemampuan bernalar, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan menghubungkan-hubungkan”.

Sebagaimana layaknya seorang atlit olahraga yang tidak akan pernah menjadi atlit yang tangguh sebelum ia berlatih dengan tekun dan sungguh-sungguh, maka seorang peserta didik tidak akan pernah menjadi pemecah masalah yang tangguh dan tidak akan menjadi penemu yang besar jika yang bersangkutan tidak pernah belajar memecahkan masalah. Untuk itu sangatlah mutlak bagi kita untuk mentransfer beberapa strategi dalam pemecahan masalah matematika kepada peserta didik.

Untuk dapat memecahkan masalah diperlukan tahap-tahap pemecahan masalah dan strategi pemecahan masalah. Menurut Polya (1973: 5) seperti dikutip Wiworo proses pemecahan masalah dapat dibagi ke dalam empat tahap, yaitu:

  1. Memahami masalah. Tahap ini dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi hal-hal yang diketahui, hal-hal yang ditanyakan dan syarat-syarat yang ada. Apabila diperlukan dapat dibuat gambar/diagram untuk memperjelas situasinya, kemudian mengorganisasikan dan menghubung-hubungkan informasi-informasi tersebut.
  2. Menyusun Rencana. Tahap ini dapat dilakukan dengan menentukan strategi, yaitu cara atau metode yang sering digunakan dan berhasil dalam pemecahan masalah, antara lain : coba dan periksa, mencari pola, menulis persamaan, membuat gambar/diagram, membuat daftar yang sistematis, menyatakan masalah dengan cara lain, menggunakan penalaran logis, bergerak dari belakang, atau membuat model matematika.
  3. Melaksanakan rencana. Tahap ini dilakukan dengan setiap kali kita harus mengecek kebenaran dari setiap langkah yang kita lakukan.
  4. Menguji kembali. Periksa hasil yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan permasalahan yang harus dipecahkan.
Contoh:

Tentukan sisa pembagian 132004 oleh 10. (Soal Olimpiade Sains Nasional Matematika, 2004)
Pemecahan :
Tahap 1 : Memahami masalah
Dalam bentuk lain soal tersebut dapat ditulis 132004 = 10×H + S, dan kita diminta menentukan nilai S.

Tahap 2 : Menyusun rencana

Tanpa alat hitung kita akan kesulitan menentukan hasil dari 132004, sehingga strategi yang disarankan adalah coba periksa dan amati pola.

Tahap 3 : Melaksanakan rencana
131 = 13 dibagi 10 hasilnya 1 sisa 3
132 = 169 dibagi 10 hasilnya 16 sisa 9
133 = 2197 dibagi 10 hasilnya 219 sisa 7
134 = 28561 dibagi 10 hasilnya 2856 sisa 1
135 = 371293 dibagi 10 hasilnya 37129 sisa 3
136 = 4826809 dibagi 10 hasilnya 482680 sisa 9
137 = 62748517 dibagi 10 hasilnya 6274851 sisa 7
138 = 815730721 dibagi 10 hasilnya 81573072 sisa 1
dst
Tampak bahwa sisa pembagian 13n oleh 10 akan berulang setiap 4 kali.
Jelas, 2004 = 4 × 501.
Jadi, sisa pembagian 132004 akan jatuh pada pengulangan urutan ke-4, yaitu 1.

Tahap 4 : Menguji kembali
Tahap ini bisa dilakukan dengan mengecek kembali perhitungan saat menemukan pola pada tahap melaksanakan rencana.

Contoh lain beserta pembahasannya bisa Anda ambil dengan meng-klik link: Karakteristik Soal Kompetisi, atau klik link terkait pada menu download di bagian bawah halaman blog ini. 

20 Agustus 2011

MATH GLOSSARY (ISTILAH MATEMATIKA)




Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran Matematika bilingual adalah pengetahuan tentang istilah-istilah Matematika dalam bahasa Inggris. Berikut disajikan istilah-istilah Matematika dalam bahasa Inggris (khusus untuk materi pada jenjang SMP).

A
Acute angle -  sudut lancip (sudut yang besarnya antara 0 dan 90 derajat)
Acute triangle - segitiga lancip (segitiga yang besar sudut-sudutnya antara 0 dan 90 derajat)
Addend - bilangan-bilangan yang dijumlahkan 
Addition - penjumlahan (contoh 3 + 5 = 8, 8 disebut jumlah)


Additive inverse - invers penjumlahan (lawan dari sebuah bilangan)
Algebraic equation - persamaan bentuk aljabar (persamaan yang memuat satu atau lebih variabel)
Algebraic expression - bentuk aljabar (bentuk matematika yang memuat variabel, bilangan, dan operasi)
Angle - sudut (daerah antara dua sinar garis yang bertemu di satu titik)
Arc - busur lingkaran (bagian dari sebuah lingkaran)
Area - luas (daerah pada bangun dua dimensi)


Selengkapnya, bisa Anda download dengan meng-klik link : Math Glossary, atau klik link terkait pada menu download di bagian bawah halaman blog ini.

14 Agustus 2011

Menghubungkan Matematika dengan Mata Pelajaran Lain

 
 
 
 

Ada banyak untuk menghubungkan matematika dan bidang studi lainnya. Ini hanya masalah menemukan ide-ide yang bekerja untuk Anda dan siswa Anda. Peserta didik sangat termotivasi untuk belajar matematika ketika terhubung ke disiplin lain. Berikut adalah beberapa ide-ide pelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan banyak keberhasilan.

Matematika dan Sain
Guru matematika dapat mengajar siswa tentang notasi eksponensial. Setelah siswa menjadi mahir dalam membaca dan menulis angka dalam bentuk eksponensial, dan dalam jumlah yang mengkonversi antara bentuk eksponensial, bentuk faktor, dan bentuk baku, mereka dapat menerapkan pengetahuan ini untuk topik-topik dalam ilmu pengetahuan. Misalnya, mereka dapat menulis jarak antara matahari dan setiap planet menggunakan notasi ilmiah. Bagi siswa tingkat lanjut, Anda dapat mengajarkan mereka tentang eksponen negatif dan kemudian melihat pada paruh unsur radioaktif tertentu, atau pada ukuran bakteri dan virus.


Matematika dan Ilmu Sosial
Setelah mengajar unit tentang cara membaca, menafsirkan, dan menggambar grafik, Anda dapat meminta siswa Anda menerapkan keterampilan untuk topik di Studi Sosial. Misalnya, mereka dapat menarik grafik batang untuk membandingkan Penduduk, Pendapatan Per Kapita, dan Kepadatan Penduduk dari berbagai negara.


Matematika dan Menulis
Salah satu hal yang ditekankan oleh tes standar adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka. Biasanya, siswa diminta untuk memberikan penjelasan tertulis. Ini menilai kemampuan mereka untuk mengekspresikan ide-ide matematika dalam bentuk tertulis. Untuk membantu mereka mempersiapkan diri untuk jenis pertanyaan ini, bisa dilakukan melalui proyek matematika yang melibatkan menulis. Siswa diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan terbuka dengan menggunakan kalimat lengkap. Guru Matematika dapat mengelompokkan siswa berdasarkan kebenaran matematika dari tanggapan mereka. Guru dapat mengklasifikasikan mereka dari ejaan dan tata bahasa. Berikut beberapa contoh pertanyaan terbuka.
1.    Apakah 27 bilangan prima atau komposit? Jelaskan jawaban Anda.
2.    Apakah 25 sama dengan 2 x 5? Jelaskan.
3.    Apakan 4 merupakan faktor dari 24. Jelaskan jawaban Anda.
4.    Apakah 25% dari 80 sama dengan 80% dari 25? Jelaskan jawaban Anda.
5.   Jika 29 sama dengan 512, tentukan 210 dengan hanya melakukan satu perkalian. Jelaskan jawaban Anda.


Matematika dan Olahraga
Siswa dapat menghitung persen menang-kalahnya permainan yang dimainkan oleh tim olahraga favorit mereka. Mereka dapat menemukan data pada tim di sekolah mereka, atau mereka dapat menemukan data untuk tim profesional dan di koran-koran. Anda bisa membawa kegiatan ini ke laboratorium komputer dengan menempatkan semua data dalam spreadsheet. Sebuah formula dapat digunakan untuk menghitung persen menang-kalah.

Matematika dan Sejarah Komputer 
Siswa dapat memeriksa sistem bilangan biner. Mereka dapat melihat hubungan antara bilangan basis 2 dan bagaimana komputer dikembangkan. Sejarah komputer dapat dipelajari dari penemuan ENIAC melalui perangkat nirkabel hari ini. Melihat beberapa Cerita Tentang Matematikawan Terkenal.


Matematika dan Teknologi: Kesalahan Pembulatan
Jika Anda membagi pembilang dari pecahan dengan penyebut, dan hasilnya adalah desimal berulang, kalkulator Anda tidak akan menampilkan hasil dengan akurasi 100%. Hal ini karena pengulangan desimal memiliki jumlah digit tak terbatas dan kalkulator hanya dapat menghitung untuk jumlah digit terbatas. Fenomena ini, dikenal sebagai round-off error, juga berlaku untuk komputer. Anda dapat menggunakan topik ini untuk mengintegrasikan matematika dan teknologi di dalam kelas Anda. Siswa akan mengagumi cara kalkulator berbeda dan komputer menampilkan hasil yang bervariasi ketika mereka bereksperimen dengan pecahan seperti 2/3, 5/6 atau 8/9.
(Judul asli : Connecting Math To Other Subjects-http://www.mathgoodies.com/articles/connect_math.html)


06 Februari 2011

DAFTAR TAMBAHAN FINALIS KMP 7




PASIAD Indonesia sebagai induk penyelenggaraan Kompetisi Matematika PASIAD (KMP) 7 membuat keputusan menurunkan GRADE terendah peserta yang masuk babak FINAL dari 12,50 menjadi 11,00. Dengan demikian terdapat penambahan jumlah peserta yang lolos ke babak FINAL KMP 7. Informasi selengkapnya bisa dilihat di http://www.e-semesta.com.
Untuk wilayah eks Karesidenan Kedu (kecuali Kebumen) yang dilaksanakan di SMPN 1 Muntilan (jenjang SMP) dan SMPN 2 Muntilan (jenjang SD) penambahan tersebut adalah : 1) jenjang SMP mengalami penambahan sebanyak 66 peserta (dari 112 pada pengumuman sebelumnya menjadi 178); 2) jenjang SD mengalami penambahan sebanyak 34 peserta (dari 142 pada pengumuman sebelumnya menjadi 176). Daftar lengkap peserta tambahan tersebut adalah sebagai berikut :

30 Januari 2011

ANALISA SKL UN MATEMATIKA SMP/MTs TAHUN 2011




Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2010 yang mengatur Pelaksanaan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Tahun Pelajaran 2010/2011 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Ujian Nasional untuk jenjang SMP/MTs dilaksanakan pada tanggal 25 - 28 April 2011. Permendiknas tersebut dilengkapi dengan lampiran tentang Kisi-kisi Ujian Nasional pada tahun yang bersesuaian.
Dengan terbitnya Permendiknas tersebut, semua pihak terkait "disibukkan" dengan agenda kegiatan mengupas isi lampirannya dengan kemasan "Bedah SKL UN 2011". Kegiatan yang sejak 2 tahun terakhir selalu menjamur menjelang Ujian Nasional dilaksanakan dengan satu tujuan untuk mengantar SUKSES peserta didik dalam mengikuti Ujian Nasional sehingga tingkat kelulusan dan / atau prestasi sekolah bisa meningkat.

09 Januari 2011

UN DAN KRITERIA KELULUSAN TAHUN 2011




Dalam artikel sebelumnya tentang Ujian Nasional tahun 2011 dengan judul "SERBA SERBI UJIAN NASIONAL 2011" telah disampaikan beberapa hal baru dalam UN 2011 mendatang berdasarkan materi sosialisasi "Kebijakan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011" oleh ketua BSNP Djemari Mardapi.

Dengan terbitnya Permendiknas Nomor 45 dan 46 Tahun 2010 tanggal 31 Desember 2010, semua hal baru dalam UN 2011 yang telah disampaikan dalam artikel sebelumnya otomatis gugur, dan semua pihak harus mengikuti semua ketentuan tentang UN dan Kriteria Kelulusan Tahun 2011 seperti yang tertuang dalam Permendiknas tersebut.

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan