TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE "PRO EDUKASI"

03 September 2012

DIRIKU, MATEMATIKA, PENDIDIKAN, DAN FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF RUANG DAN WAKTU

Oleh: Yuliyanto


Perjalanan filsafatku...
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang dikaruniai pikiran. Inilah salah satu keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain ciptaan-Nya. Dengan karunia itu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir mengenai semua yang ada dan yang mungkin ada dalam kehidupannya. Manusia memiliki kemampuan “meragukan” segala sesuatu, mampu ”bertanya”, mampu ”menghubungkan” gagasan-gagasan,  dan mampu membuat sebuah ”kesimpulan” dalam kegiatan berpikirnya. Dengan kemampuan berpikir ini manusia mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya. Untuk keperluan inilah semua manusia memerlukan matematika dan pendidikan. Begitu diperlukannya matematika dalam kehidupan, maka seorang ibu sudah mulai mengenalkan matematika kepada putra-putrinya sejak bayi. Seorang ibu yang sedang menggendong bayinya yang mungkin masih berumur 1 tahun atau bahkan kurang dari itu mulai mengajarkan pengetahuan sederhana kepada bayinya. Yang pertama diajarkannya adalah pengetahuan tentang ”bahasa” melalui panggilan-panggilan untuk orang-orang terdekatnya, seperti ”ayah/bapak/papa”, ”ibu/mama”, ”kakak/adik”, mbah/eyang” dan sebagainya. Selanjutnya yang kedua diajarkan seorang ibu kepada bayinya adalah ”matematika” melalui pengenalan bilangan ”satu, dua, tiga” atau ”setunggal, kalih, tigo” dan seterusnya. Setelah dua ha tersebut, yaitu ”bahasa” dan ”matematika” baru kemudian sang bayi akan diajarkan hal-hal lainnya. Sejak itulah manusia mulai mengenyam pendidikannya sebelum ia mengenyam pendidikan secara formal (di sekolah) maupun non formal di dalam masyarkat. Dengan demikian, sejak manusia dilahirkan, sejak itu pula mulai menggunakan pikirannya untuk berpikir dalam rangka membangun dan mengembangkan pengetehuannya untuk mencapai tujuan hidupnya. Itulah sebenarnya perjalanan filsafat seorang manusia sesuai dengan dimensi ruang dan waktunya.

Filsafat adalah sebuah kegiatan “refleksi", yang dalam kenyataannya bermakna sangat luas melebihi singkatnya kalimat itu. Luasnya makna filsafat tidak terlepas dari obyek filsafat itu, yaitu semua yang ada dan yang mungkin ada. Refleksi terhadap semua yang ada menjadi bahan pertimbangan untuk tindakan selanjutnya (yang mungkin ada). Hasil refleksi dari kegiatan berfilsafat menjadikan kita lebih kritis dan lebih dapat melihat dan mampu mengetahui segala aspek lebih dari sekedar yang kita lihat. Kapan dan di mana kita harus melakukan atau tidak melakukannya selalu kita refleksi berdasarkan aturan, pengalaman, dan prinsip tertentu. Jadi, berfilsafat tidak lain adalah sebuah aktifitas untuk mendekati suatu keadaan yang disebut harmoni (setimbang) dalam kehidupan. Agar kegiatan refleksi itu membuahkan hasil yang baik dan bermanfat, maka dalam berfilsafat (refleksi) harus dilakukan secara total, yaitu dengan penuh kesadaran, mendasar, dan menyeluruh dengan memperhatikan ruang dan waktu.
Selama hidupnya setiap manusia pasti berpikir. Hasil pikirannya bisa berupa ucapan, tulisan, maupun perbuatan atau tindakan. Agar buah pikiran itu bergerak menuju ke yang lebih baik seiring dengan berubahnya ruang dan waktu, mutlak diperlukan sebuah refleksi dalam ruang dan waktu yang bersesuaian. Dengan demikian dalam hidup dan kehidupannya manusia tidak bisa lepas dari filsafat. Diriku, sebagai bagian dari itu pun dalam hidup dan kehidupan ini tidak bisa lepas dari filsafat. Apa yang saya pikirkan, ucapkan, tulis, dan lakukan tidak lain adalah perjalanan filsafat sesuai dengan dimensi yang ada. Diriku adalah subyek sekaligus obyek dalam filsafat. Sebagai subyek karena terkait langsung dengan kegiatan berpikir yang tidak lain adalah filsafat itu sendiri, sedangkan sebagai obyek karena merupakan salah satu bagian kecil dari obyek filsafat yang mencakup semua yang ada dan yang mungkin ada.
Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Filsafat merupakan dasar untuk mempelajari ilmu dan matematika merupakan ratu sekligus pelayan dari ilmu. Keduanya juga sama-sama bersifat apriori, mempunyai obyek abstrak (di alam pikir) dan tidak eksperimentalis, disamping itu hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti secara fisik.
Pertanyaan sederhana tentang “apakah matematika itu?” adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat yang berkaitan dengan hakekat atau ontologi. Jawaban atas pertanyaan itu tidak tunggal. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa jawaban atas pertanyaan itu adalah sebanyak yang menjawabnya. Namun demikian, beragamnya jawaban itu dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) aliran sesuai dengan hasil pemikiran para ahli (flsuf) yang sudah sejak abad 19 yang lalu memikirkannya. Ketiga aliran itu adalah: 1) Formalism, yang dipelopori oleh David Hilbert (1862-1943) seorang matematikawan Jerman. Bagi pengikut aliran ini, matematika merupkan sebuah pengethuan tentang struktur formal dari lambang (simbol). Aliran ini menekankan konsistensi matematika sebagai bahasa simbol; 2) Logicism, yang berpendapat bahwa semua matematika dapat diturunkan dari prinsip-prinsip logika. Dengan kata lain, aliran ini mengatakan bahwa matematika merupakan cara berpikir logis yang benar atau salahnya dapat ditentukan tanpa bukti empiris. Tokoh dalam aliran ini yang juga seorang ahli filsafat disamping matematikawan adalah Bertrand Russel (1872-1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947), berasal dari Inggris; 3) Intuisionism, dengan tokoh seorang matematkawan Belanda Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966). Menurut pengikut aliran ini, matemtika berasl dan berkembng did lam pikiran manusia. Aliran ini sejalan dengan pendapat Imanuel Kant (1724-1804) yang menyatakan bahwa mateatika merupakan pengetahuan yang eksistensinya tergantung pada pengalaman.
Pendidikan sudah dilakukan sejak kita berada dalam lingkungan keluarga, mulai dari belajar berkomunikasi hingga belajar tentang tanggungjawab. Tiga pilar filsafat yaitu apa, bagaimana, dan mengapa kita melakukan sesuatu sudah mulai dipelajarai secara sederhana dengan semangat kebersamaan dalam lingkungan keluarga. Pertanyaan seorang anak kecil tentang apa, bagaimana, dan mengapa seseorang bisa sakit adalah salah satu contoh pertanyaan filsafat seorang anak yang disampaikan secara lugas dan sederhana namun tidak mudah untuk menjawabnya. Pendidikan di lingkungan keluarga ini menyiapkan kita untuk mengikuti pendidikan di level berikutnya, yaitu di lingkungan masyarakat sekitar secara formal (sekolah) ataupun non formal (di luar sekolah). Di dalam dua lingkungan itulah sebenarnya kita menempuh pendidikan, disamping secara formal melalui bangku sekolah yang hanya sebentar dan sangat terbatas.
Secara formal, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian ini tampak bahwan di dalamnya memuat faktor-faktor yang menunjukkan adanya aktifitas berfilsafat, yaitu usaha sadar, mengembangkan potensi diri, pengendalian diri, kepribadian, dan spiritual keagamaan. Pendidikan tidak lain adalah sebuah aktifitas seseorang berfilsafat dengan tujuan mengembangkan potensi diri agar memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, dan kemampuan mengendalikan diri.
Pendidikan secara fomal memiliki 4 (empat) pilar, yaitu: 1) belajar untuk memahami; 2) belajar untuk berbuat kreatif; 3) belajar untuk hidup bersama; dan 4) belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri. Pilar pertama yaitu memahami, memuat makna bahwa belajar harus mampu menjawab 3 pertanyaan mendasar: apa?, bagaimana?, dan mengapa? yang tidak lain dalam filsafat kita kenal sebagai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Pilar kedua yaitu kreatif, menyiratkan bahwa salah satu hasil belajar adalah dimilikinya daya cipta (kemampuan untuk menciptakan) sebagai penerapan dari apa yang telah dipelajarinya. Pilar yang ketiga adalah hidup bersma, menyiratkan bahwa disamping memiliki daya cipta, hasil belajar juga harus meningkatkan kemampuan seseorang untuk hidup bersama dalam masyarakat luas, saling membantu, menghargai antara satu anggota dengan anggota masyarakat lainnya. Yang terakhir, hasil belajar terlihat dari terbangunnya jati diri pebelajar sesuai dengan pilar keempat yaitu membangun dan mengekspresikan jati diri. Dengan jati diri yang kuat, akan memperkokoh fondasi bangsa, sehingga tidak akan mudah ”dijajah” oleh bangsa lain, karena memiliki karakter pribadi dan budaya yang kuat. 
Seperti halnya manusia dan filsafat, matematika dan filsafat, pendidikan dan filsafat juga merupakan dua hal yang tidak bisa sling lepas. Pendidikan mutlak membutuhkan dasar filosofis. Dengan dasar filosofis yang kuat dan jelas, akan memperjelas arah dan tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan, sehingga prosesnya pun tidak akan menyimpang dari arah dan tujuan yang akan dicapai. Pendidikan tanpa dasar filosofis dapat diibaratkan seperti seseorang yang berjalan ditempat yang asing dalam keadaan gelap, sehingga besar kemungkinan akan melewati jalan-jalan yang semestinya tidak dilewati. Jika hal itu terjadi dalam dunia pendidikan, maka yang timbul adalah ”perampasan” hak-hak peserta didik untuk memahami, kreatif, hidup bersama dan membangun jati dirinya. Sebaliknya dalam berfilsafat juga dibutuhkan pendidikan. Tanpa pendidikan, kegiatan berfilsafat kita bisa masuk dalam ruang dan waktu yang salah/tidak sesuai, yang bisa mengakibatkan diperolehnya hasil yang tidak lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan tujuan berfilsfat.

Datar Bacaan: 
  1. Depdiknas. 2002. Ilmu Filsafat. Dirjen Dikdasmen-Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis. Jakarta. 
  2. -------------. 2004. Matematika (Materi Pelatihan Terintegrasi). Dirjen Dikdasmen-Direktorat Pendidikan Lanjutan pertama. Jakarta. 
  3. Marsigit. Hubungan antara Filsafat dan Matematika. http://marsigitphilosophy.blogspot.com/2008/12/hubungan-antara-filsafat-dan-matematika.html, diakses tanggal 12 Desember 2011

01 September 2012

Membuat Desain Pengubinan dengan NLVM (National Library of Virtual Manipulatives)





NLVM merupakan sebuah software yang dapat digunakan untuk memperjelas pengetahuan matematika Anda. Terdapat banyak menu terkait dengan matematika, yaitu Number & Operations, Algebra, Geometry, Measurement, dan Data Analysis & Probability. Program ini menyediakan trial version yang dapat Anda download dan gunakan dalam jangka waktu tertentu.

Program ini dapat Anda gunakan secara online maupun offline.

Salah satu kegunaan program ini dapat digunakan untuk membuat desain pengubinan.
Untuk menggunakan program ini secara offline, lakukan langkah-langkah berikut.
Klik Download New Free Trial Version 3.0 .
Klik type installer yang akan digunakan: (Windows) (MAC)
Tunggu hingga proses download selesai.
Install nlvm dengan klik nlvm30setup_english (saat ada tawaran memasukkan SN klik install trial).
Buka program nlvm dengan klik NLVM pada folder MATTI Math dalam All Programs, akan muncul tampilan seperti berikut.
Klik pilihan Geometry sehingga muncul tampilan seperti berikut.

Klik Tesselation maka akan muncul tampilan seperti berikut ini.

Pilih bentuk ubin yang akan digunakan seperti tertera di bagian kiri, dan pilih warna yang diinginkan seperti tertera di bagian bawah.
Untuk memutar ubin yang akan digunakan letakkan kursor pada salah satu titik sudutnya kemudian putar sesuai kebutuhan.
Letakkan posisi ubin-ubin yang digunakan sesuai dengan kreasi Anda hingga menutup seluruh papan gambar.
Untuk membuat ubin dengan posisi sama dengan yang sudah terpasang klik ubin tersebut lalu klik clone lalu drag pada posisi yang diinginkan.
Untuk menghapus ubin yang tidak jadi dipakai, drag ubin itu ke dalam tempat sampah yang terletak di pojok kanan bawah.
Sebagai contoh kita buat pengubinan dengan gabungan segienam dan segitiga samasisi sebagai berikut.

Setelah selesai simpan hasil pengubinan dengan klik Save Image.

Semoga program ini bermanfaat untuk pemahaman materi matematika Anda.

31 Agustus 2012

MACAM-MACAM PENGUBINAN (TESSELLATION)




Pengubinan adalah proses menutup suatu permukaan dengan suatu bangun datar sedemikian hingga tidak saling tindih dan tidak terdapat celah. Terdapat 3 (tiga) macam pengubinan, yaitu: 


1.    Pengubinan beraturan (regular tessellation), yaitu pengubinan pengubinan dengan menggunakan 1 (satu) macam segi-n beraturan.
Bangun apa saja yang dapat digunakan? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama ingat bahwa besar sudut sebuah segi-n adalah
Selanjutnya, agar tidak saling tindih dan tidak ada celah, maka p buah ubin tersebut harus tepat menutup permukaan. Ini berarti,
                                                 
Persamaan terakhir hanya dipenuhi berturut-turut untuk nilai n = 3, p = 6, n = 4, p = 4, dan n = 6, p = 3.
Dengan demikian, hanya terdapat tepat 3 (tiga) bangun datar yang bias digunakan pada pengubinan beraturan, yaitu segitiga samasisi, persegi, dan segienam beraturan.

2.  Pengubinan semi beraturan (semi regular tessellation), yaitu pengubinan yang menggunakan dua atau lebih segi-n beraturan.

3.    Pengubinan tidak beraturan (non regular tessellation), pengubinan yang menggunakan bangun-bangun datar yang tidak beraturan.

                     

INFO REDAKSI

Mulai saat ini, serial tulisan "Menjadi 'GOBLOK' Dalam Kesibukan" tayang juga di blog ini. Semua tulisan dalam serial ini diambil dari tulisan yang sama di catatan dan dinding facebook saya. Silahkan beri penilaian: Bermanfaat, Menarik, atau Menantang di bawah artikel yang sesuai. Bagi pengguna facebook masih tetap bisa membacanya melalui link: https://www.facebook.com/mr.yulitenan